Khilafah Hanya 30 Tahun?

 
Khilafah Hanya 30 Tahun?
Khilafah Hanya 30 Tahun?
Khilafah itu tiga puluh tahun, kemudian setelah itu terdapat al-mulk. (HR Ahmad).

Sanad Hadis

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari tiga sanad, yaitu: dari Bahzu dan dari Zaid bin al-Hubab, keduanya dari Hamad bin Salamah, dari Said bin Jumhan dari Safinah; dari Abd ash-Shamad, dari Said bin Jumhan, dari Safinah. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Asshâb as-Sunan dan disahihkan oleh Ibn Hibban dan yang lain.

Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkannya dari Abu al-’Abbas Muhammad bin Ya’qub, dari Humaid bin ‘Iyasy ar-Ramli, dari al-Muammal bin Ismail, dari Hamad bin Salamah, dari Said bin Jumhan dari Safinah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Khilafah Nubuwwah itu tiga puluh tahun, kemudian setelah itu terdapat mulk. (HR al-Hakim).

Abu Dawud meriwayatkan hadis ini dari Sawwar bin Abdillah, dari Abd al-Warits bin Said, dari Said bin Jumhan, dari Safinah; juga dari Amr bin Aun, dari Husyaim, dari Awam bin Hawsyab, dari Said bin Jumhan, dari Safinah, bahwa ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda:

Khilafah Nubuwwah itu tiga puluh tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan atau kekuasaan-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. (HR Abu Dawud).

Baca juga: Mengenal Khilafah

Dalam hampir seluruh sanad hadis di atas, salah satu penuturnya adalah Said bin Jumhan. Para ulama hadis berbeda pendapat tentang Ibn Jumhan ini. Amr bin Abi Ashim adh-Dhahak asy-Syaibani berkomentar tentang hadis ini: Hadis ini sahih, sanad-sanadnya hasan, karena terdapat perbedaan pendapat yang makruf tentang Said bin Jumhan. Jamaah imam hadis menguatkannya.

Adz-Dzahabi dalam Mizân al-I’tidâl fî Naqd ar-Rijâl menyebutkan: Said bin Jumhan dari Safinah, Ibn Main men-tsiqah-kannya. Abu Hatim berkata: Hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah. At-Tirmidzi menilai hadis ini hasan. Abu Dawud berkata: Ia (perawinya) tsiqah. Ibn Hibban dalam Ats-Tsiqâh berkata: Jamaah men-tsiqah-kannya. Yang jelas, para ulama ber-hujjah dengan hadis tersebut.

Makna Hadis

Masa tiga puluh tahun itu tidak lain adalah masa Khulafaur Rasyidin plus Hasan bin Ali (Abu Bakar 2 tahun, Umar 10 tahun, Utsman 12 tahun, Ali bin Abi Thalib 5 tahun 6 bulan, dan Hasan bin Ali 6 bl). Selama masa tiga puluh tahun itu hanya ada lima khalifah.

Jika hadis Safinah tersebut dipahami sebagai pembatasan masa Khilafah hanya 30 tahun dan setelah itu kerajaan, maka pemaknaan seperti itu akan bertentangan dengan hadis-hadis sahih lainnya, seperti: hadis Abu al-Khalid riwayat Musaddad dan hadis Jabir bin Samurah, tentang akan adanya dua belas khalifah (Lihat: al-waie No. 66 tahun VI, 1-28/2/2006/Muharram 1427 H); hadis Hudzaifah tentang akan kembali terwujudnya Khilâfah ‘alâ Minhâj an-Nubuwwah (Lihat: al-waie No. 64 tahun VI, 1-31/12/2005/Syawal 1426 H). Di samping itu, jika hadis itu merupakan pembatasan bahwa Khilafah hanya 30 tahun, akan banyak hadis tentang khalifah, baiat, dan sikap seputar hal itu menjadi tidak ada nilainya saat ini. Ini menandakan bahwa pemaknaan seperti itu tidaklah tepat.

Kaedah ushul mengatakan: I’mâl dalîlayn awlâ min ihmâl ahâdihimâ (Mengamalkan dua dalil lebih utama daripada mengabaikan salah satunya). Makna hadis di atas akan menjadi jelas dengan menyandingkannya dengan hadis-hadis lainnya.

Ibn Hajar al-’Ashqalani dalam Fath al-Bârî berkata, “Yang dimaksud dalam hadis Safinah adalah Khilafah Nubuwwah dan tidak membatasi (masa) Khilafah.” Ini juga menjadi pendapat para ulama salaf, di antaranya Qadhi Iyadh, an-Nawawi, Ibn Hibban, as-Suyuthi, Ibn Taimiyah dan yang lain. Bahkan hadis riwayat al-Hakim, al-Baihaqi, dan Abu Dawud secara jelas menyebut tiga puluh tahun itu adalah masa Khilafah Nubuwwah. Hadis tersebut tidak menafikan eksisnya Khilafah setelah masa 30 tahun itu.

Adapun menyangkut lafal tsumma yakûnu ba’da dzâlika al-mulku (kemudian setelah itu terdapat al-mulk), maka kata al-mulk, jika diartikan dengan kerajaan sebagai bentuk negara dan pemerintahan-memang seakan-akan hadis tersebut menyatakan setelah 30 tahun itu Khilafah tidak ada dan berubah menjadi kerajaan. Makna ini tidak tepat. Sebab, kata al-mulk, selain bermakna kerajaan juga bisa berarti al-hukm wa as-sulthân (pemerintahan dan kekuasaan). Makna inilah yang dinyatakan dalam riwayat Abu Dawud di atas, bahwa setelah 30 tahun masa Khilafah Nubuwwah, Allah akan memberikan pemerintahan dan kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki.

Setelah 30 tahun Khilafah Nubuwwah, pemerintahan dan kekuasaan beralih ke tangan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ibn Hajar dalam Fath al-Bârî menyatakan, “Adapun Muawiyah dan orang sesudahnya, maka keadaan mereka berada di atas jalan para raja, meskipun mereka tetap disebut khalifah.”

Menurut Qadhi Abu Ya’la yang dikutip Ibn Taimiyah dalam Kutub wa Rasâ’il wa Fatâwâ Ibn Taymiyah fî al-Fiqh, “Mungkin yang dimaksud adalah Khilafah yang tidak menyerupai kerajaan pasca Rasul adalah tiga puluh tahun. Begitulah keadaan Khilafah dengan Khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Adapun Muawiyah telah menyerupai raja, meski hal itu tidak menjadikan Khilafahnya cacat.”

Fakta sejarah menunjukkan: Pertama, kaum Muslim, termasuk para Sahabat yang masih hidup dan para Tâbi’în tetap menyebut Muawiyah dengan sebutan Khalifah, Amirul Mukminin. Begitu pula dengan para Khalifah sesudahnya. Kedua, masing-masing dari mereka menjadi khalifah setelah di baiat oleh kaum Muslim, bukan karena wasiat dari Khalifah sebelumnya. Ketiga, kedaulatan tetap berada di tangan syariah dan sistemnya tetap sistem Khilafah, meskipun harus diakui bahwa terdapat penyelewengan dan keburukan implementasi di sana-sini-seperti pencalonan khalifah dengan sistem wasiat/putra mahkota yang menyerupai sistem kerajaan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman/Jikindra Blog]

Speak Up Your Mind!
Tell us what you're thinking!

Terima kasih sudah berkomentar

About

Blog for Syariah and Khilafah. Berbagi catatan sederhana sebagai bentuk dukungan terhadap penjuangan penegakan Syariah dan Khilafah dan penolakan terhadap sistem kufur demokrasi.
Temukan Saya di Google+

Entri Baru